Sering kita jumpai lowongan pekerjaan yang memiliki kualifikasi terkait kemampuan berkomunikasi, khususnya pada lowongan pekerjaan Optometris. Hal ini menunjukan bahwa seorang Optometris tidak hanya memiliki pendidikan dan kompetensi tetapi harus juga memiliki keterampilan komunikasi yang baik dalam melakukan pekerjaannya. Keterampilan komunikasi adalah kemampuan seseorang untuk menyampaikan sesuatu yang menjadi buah pikiran, ide, gagasan atau pesan baik secara lisan maupun gerak tubuh kepada orang lain secara efektif guna menyampaikan tujuan yang dimaksud. Dilihat dari pengertian keterampilan komunikasi tersebut tentunya komunikasi adalah kunci utama agar interaksi berjalan dengan lancar. Seorang Optometris harus memiliki kemampuan keterampilan komunikasi yang baik kepada pasien yang datang ke fasilitas pelayanan Optikal, klinik mata atau Rumah Sakit agar terjalin hubungan yang baik antar Optometris dengan pasien. Hal ini yang menjadi perhatian khusus bagi Akademi Refraksi Optisi agar para lulusannya bisa diterima di tempat kerjanya dengan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Hal ini sependapat dengan para stakeholder bahwa selama ini lulusan dari Akademi Refraksi Optisi dari sisi Komunikasi masih kurang dan perlu di tingkatkan.
Jadi keterampilan komunikasi adalah inti dalam kegiatan pelayanan khususnya kesehatan mata dan berkontribusi pada tujuan akhir yaitu untuk memberikan konsultasi dan perawatan terbaik bagi pasien. Komunikasi selain mencakup Bahasa juga termasuk pemahaman, perasaan, empati, kejujuran, kolaborasi, dan penggunaan teknologi yang tepat. Seperti komunikasi Pelayanan konsumen yang menggunakan telepon dalam penanganan keluhan, survei pasien dan sistem tindak lanjut. Jika komunikasi tersampaikan dengan baik dan benar, maka pasien akan merasa puas, mengikuti dan menaati saran yang diberikan oleh praktisi dalam proses pengobatan, hingga merekomendasikan praktisi kepada teman ataupun keluarga lainnya. Komunikasi yang efektif juga dapat dilakukan dengan cara memberikan edukasi kepada pasien melalui brosur, pamphlet, dan iklan di social media.
Komponen komunikasi
Berikut ini adalah komponen-komponen yang dapat menghasilkan hubungan timbal-balik yang baik antara optometri dan pasien:
- Bahasa
Bahasa merupakan Salah satu hal yang penting dalam komunikasi antara pasien dan praktisi Optometris. Mulai dari salam dan obrolan ringan, hingga mengumpulkan dan memberikan informasi. Bahasa sebagai alat komunikasi yang efektif dalam penyampaian pikiran maksud dan tujuan kepada pasien. Selain itu, penggunaan pertanyaan yang baik dan benar dapat menjadikan alasan pasien untuk kunjungan selanjutnya. Bahasa juga harus sesuai untuk setiap pasien. Banyak istilah istilah ilmu kesehatan yang kurang di pahami oleh pasien sehingga seorang optometris harus tahu dengan siapa dia bicara dan apa latar belakang pasien tersebut sehingga dapat memberikan informasi yang mudah dipahami, apa hasil diagnosa dan bagaimana cara penanganannya. Jika Pasien kurang mendapatkan penjelasan atau informasi yang tidak dapat dipahami, maka pasien cenderung mengabaikan apa yang kita jelaskan dan akibatnya dapat memperburuk keadaan pasien tersebut. Menurut Dian Leila Sari direktur ARO Leprindo, “Untuk meningkatkan komunikasi, dibutuhkan pelatihan keterampilan dalam berkomunikasi agar tercapai pelayanan yang maksimal.”
Beberapa tips untuk dapat berkomunikasi dengan Pasien dengan baik dan benar maka:
- Berlatih menjelaskan berbagai terminologi medis kepada keluarga dan teman.
- Minta pasien untuk mengulangi instruksi kembali kepada Anda.
- Gunakan analogi misal katarak sering dijelaskan sebagai melihat melalui ‘jendela kotor’.
- Buat gambar untuk membantu pasien memvisualisasikan apa yang Anda bicarakan.
Sebagian besar buku teks optometri menekankan pentingnya kontak mata saat berkomunikasi dengan pasien. Mempertahankan kontak mata dapat meyakinkan pasien bahwa kita memberikan perhatian penuh pada masalah dan kebutuhan mereka. Dalam proyek ‘Pekerjaan Praktis Ahli Kacamata’ (diterbitkan dalam ‘Portofolio Pengembangan Keterampilan Komunikasi untuk Praktisi dan Pelatih Perawatan Mata’, sebuah kolaborasi antara College of Optometrists dan King’s College London) telah ditunjukkan bahwa menghilangkan kontak mata saat berbicara dapat dirasakan oleh pasien sebagai isyarat negatif dan memicu berbagai tanggapan, termasuk menghentikan pembicaraan dan membuat isyarat untuk menarik perhatian praktisi. Telah dikemukakan dalam dokumen ini bahwa penghentian kontak mata dapat berdampak negatif tidak hanya pada komunikasi tetapi juga pada kepuasan pasien.
- Kesabaran dan kejujuran
Kesabaran dan kejujuran juga penting saat berkomunikasi dengan pasien. Optometris harus siap menjawab berbagai pertanyaan, menjelaskan poin-poin tertentu, serta mendengarkan kekhawatiran pasien dan berempati dengan mereka. Kepercayaan antara praktisi dan pasien dapat dipertahankan hanya jika praktisi dan pasien ‘memiliki komunikasi yang terbuka dan jujur dalam proses Pelayanan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Nigeria mengeksplorasi perihal tingkat kejujuran pasien di depan optometris. Peserta yang terlibat termasuk pasien dan seluruh komponen dari berbagai kelompok umur. Banyak pasien yang termasuk dalam penelitian ini mengaku berbohong dengan meninggalkan rincian penting tentang kondisi mereka (misalnya waktu onset) atau tentang pengobatan yang telah mereka gunakan sebelumnya. Beberapa pasien juga mengeluh bahwa optometris ‘tidak memberikan cukup waktu kepada pasien mereka untuk menjelaskan keluhan mereka bahkan banyak para optometris tidak mau menjadi pendengar yang baik dalam mendengarkan keluhan pasien.
- Empati
Saat ini banyak diantara optometris dalam menjalankan aktivitas pelayanan merujuk pada Prosedur tanpa menunjukan empati kepada pasien padahal dalam pelayanan, menurut Muhammad Husein salah satu dosen ARO Leprindo, pasien tidak peduli seberapa tinggi pengetahuannya atau tidak perduli seberapa besar harga sebuah kacamata atau berapa pun jasa layananan tetapi pasien ingin kita sebagai optometris menunjukan rasa peduli kepada meraka. Empati, didefinisikan sebagai ‘kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan orang lain’, memainkan peran penting ketika mencoba membangun kepercayaan, untuk menenangkan kecemasan dan membuat pasien mematuhi Apa yang di sarankan para Optometris. Memberikan rasa empati pada pasien merupakan komunikasi paling ampuh dalam penanganan menghadapi semua pasien .
Oleh karena itu komunikasi afektif harus diajarkan selama masa pembelajaran dan juga perlu ditekankan bahwa mahasiswa harus diajarkan keterampilan komunikasi yang memastikan interaksi ’empati, mudah dipahami, kompeten secara budaya dan penuh kasih’ dengan pasien. Hal ini sejalan dengan program pengajaran pada Mata kuliah Ilmu komunikasi di Akademi Refraksi Optisi Leprindo Jakarta.
- Kolaborasi
Dalam kegiatan pelayanan yang di lakukan oleh optometris harus seiring dengan apa yang di harapkan oleh pasien seperti menyapa pasien dengan nama, Menanyakan keluhan mendengarkan secara aktif dan mengakui apa yang dikatakan pasien, Selain itu, hasil pemeriksaan serta tindak lanjut yang harus di lakukan selalu didiskusikan dengan setiap pasien.
- Pendidikan
Edukasi pasien juga merupakan elemen komunikasi yang sangat penting. Seringkali kepatuhan terhadap rencana tindakan tertentu dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang diterima pasien dari praktisi. Hal ini dimulai dari ruang tunggu dengan menyediakan berbagai macam bahan cetakan; itu kemudian berlanjut di ruang konsultasi melalui nasihat lisan dan memberikan instruksi tertulis. Mencari tahu apa keyakinan pasien dan mengoreksi informasi yang salah juga merupakan bagian dari pendidikan. Informasi dengan berbagai media dapat diakses dan dapat di akses sesuai dengan kondisi pasien. Tergantung pada demografi pasien dan akses ke berbagai teknologi.